1.
Peran Hakim sebagai Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman
Di Indonesia, perwujudan kekuasaan kehakiman ini diatur
sepenuhnya dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan
undang-undang tersebut, kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh
Mahkamah Agung, badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi
badan peradilan yang berada di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara, serta oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Lembaga-lembaga tersebut berperan sebagai penegak keadilan, dan
dibersihkan dari setiap intervensi baik dari lembaga legislatif, eksekutif
maupun lembaga lainnya. Kekuasaan kehakiman yang diselenggarakan oleh
lembaga-lembaga tersebut dilaksanakan oleh hakim.
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang untuk oleh
undang-undang untuk mengadili. Mengadili merupakan serangkaian tindakan hakim
untuk menerima, memerikswa, dan memutuskan perkara hukum berdasarkan asas
bebas, jujur dan tidak memihak di sebuah sidang pengadilan berdasarkan
ketentuan perundang-undangan. Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta
kebenaran, hakim diberi kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan. Dengan kata lain, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh
kekuasaan-kekuasaan lain dalam memutuskan perkara. Apabila hakim mendapatkan
pengaruh dari pihak lain dalam memutuskan perkara, maka cenderung keputusan hakim
itu tidak adil, yang pada akhirnya akan meresahkan masyarakat, serta wibawa
hukum dan hakim akan pudar.
Menurut ketentuan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim
berdasarkan jenis lembaga peradilannya dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu:
- Hakim pada Mahkamah Agung yang disebut dengan Hakim
Agung.
- Hakim pada badan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung, yaitu dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam
lingkungan peradilan tersebut.
- Hakim pada Mahkamah Konstitusi yang disebut dengan
Hakim Konstitusi. Setiap hakim melaksanakan proses peradilan dilaksanakan
di sebuah tempat yang dinamakan pengadilan. Dengan demikian terdapat
perbedaan antara konsep peradilan dengan pengadilan. Peradilan menunjukan
pada proses mengadili perkara sesuai dengan kategori perkara yang
diselesaikan. Sedangkan pengadilan menunjukkan pada tempat untuk mengadili
perkara atau tempat untuk melaksanakan proses peradilan guna menegakkan
hukum.
Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan
Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya (Pasal 2 UU No.2 Tahun
1984). Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang, memeriksa, mengadili,
memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat
pertama (Pasal 50 UU No.2 Tahun 1986).
Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan
dan nasihat tentang hukum kepada instansi pemerntah di daerahnya apabila
diminta (Pasal 52 UU No.2 Tahun 1986). Selain menjalankan tugas pokok,
pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan
Undang-Undang.
Setiap hakim melaksanakaan proses peradilan dilaksanakan
disebuah tempat yang dinamakan pengadilan. Peradilan menunjukan pada proses
berjalannya mengadili perkara sesuai dengan kategori perkara yang diselesaikan.
Sedangkan pengadilan menunjukan tempat untuk mengadili perkara/tempat
melaksanakan proses peradilan guna mengakan hukum.
Kewenangan :
a) Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama;
b) Pengadilan Negeri dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasehat
tentang hukum kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila
diminta;
c) Selain tugas dan kewenangan tersebut diatas, Pengadilan Negeri dapat
diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.
Pengadilan secara umum mempunyai tugas untuk mengadili perkara menurut
hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Pengadilan tidak boleh menolak untuk
memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukukan dengan dalih
bahwa hukum tidak ada atau kurang, akan tetapi pengadilan wajib memeriksa
dan mengadili setiap perkara peradilan yang masuk.
2.
Peran
Advokat
Advokat
disebut juga penasihat hukum adalah orang yang diberi kuasa untuk memberi
bantuan di bidang hukum baik perdata atau pidana kepada yang memerlukannya.,
baik berupa nasihat (konsultasi) maupun bantuan hukum aktif baik didalam maupun
diluar pengadilan dengan jalan mewakili, mendampingi, membela dan melakukan
tindakan hukum lain untuk kepentingann hukum para pengguna jasanya.
Keberadaan
advokat sebagai salah satu lembaga penegak hukum diatur dalam UU RI No. 18 Thn.
2003 tentang Advokat. Setiap orang yang memenuhi syarat dapat menjadi seorang
advokat. Adapun persyaratan untuk menjadi advokat di Indonesia diatur dalam
pasal 3 UU RI NO. 18 Thn. 2003, yaitu :
1. Warga negara RI;
2. Bertempat tinggal
di Indonesia;
3. Tidak berstatus
sebagai pejabat negara atau pegawai negeri;
4. Berusia sekurang
– kurangnya 25 tahun
5. Berijazah
sarjana dengan latar belakang pendidikan tinggi hukum;
6. Lulus ujian yang
diadakan Organisasi Advokat;
7. Magang sekurang
– kurangnya 2 tahun berturut – turut pada kantor advokat;
8. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih;
9. Berperilaku
baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyhai integritas yang tinggi.
Adapun
tugas dari advokat secara khusus adalah membuat dan mengajukan
gugatan, jawaban, tangkisan, sangkalan, memberi pembuktian, mendesak segera
disidangkan atau diputuskan perkaranya dan sebagainya. Disamping itu advokat/
pengacara bertugas membantu hakim dalam mencari kebenaran dan tidak boleh
memutar balikan peristiwa demi kepentingan kliennya agar kliennya menang dan
bebas.
Adapun
hak dan kewajiban advokat/pengacara, yaitu:
Hak :
1. Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau
pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabya di dalam sidang
pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturang
perundang – undangan.
2. Advokat bebas dalam menjalankan tugas
profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap
berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang – undangan.
3. Advokat tidak dapat dituntut dengan
itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.
4. Advokat berhak mendapatkan informasi,
data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang
berkaitan dengan kepentingna tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peratuan
perundang – undangan.
5. Advokat berhak atas kerahasiaan
hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya
terhadap penyitaan atau pemeriksaaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas
komunilkasi elektronik advokat.
6. Advokat tidak dapat diidentikan dengan
kliennya dalam membela perkara klien oleh yang berwenang dan/atau masyarakat.
Kewajiban :
1. Advokat dalam menjalankan tugas
profesinya dilarang membedakan perlakuanterhadap klien berdasarkan jenis
kelamin, agama. Polituk, keturunan, ras, atau latar belakang sosial. Dan
budaya.
2. Advokat wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya,
kecuali ditentukan lain oleh undnag – undnag.
3. Advokat dilarang memegang jabatan lain
yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.
4. Advokat dilarang memegang jabatan lain
yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau
mengurangi kebebasan dan kemerdekaaan dalam menjalankan tugas profesinya.
5. Advokat yang menjadi pejabat negara,
tidak melaksanakantugas profesi advokat selama memangku jabatan.